Rabu, 11 Februari 2009

Jangan Menyerah, Malu Sama Laskar Pelangi!


Ketika mendapati kenyataan bahwa sahabat masa kecilnya yang jenius, Lintang, akhirnya menjadi kuli kasar, Ikal dewasa yang baru pulang ke Belitong pantas geram. siapapun akan miris jika anak dengan multitalenta seperti Lintang tak menjadi yang seharusnya dia dapatkan. alasannya sungguh menyakitkan, Lintang tak bisa pergi bersekolah karena dipasung kemiskinan.

Novel Laskar Pelangi memberi gambaran satir bagaimana pendidikan begitu langka seperti air bersih di kamp-kamp pengungsian. Pendidikan di negara ini seumpama dacing di neraca yang timpang: tak adil, dipandang sebelah mata, dan feodal. pembelajaran yang hakikatnya menyenangkan dan penting dalam perjalanan peradaban tak bisa oleh setiap lapisan kalangan bisa dinikmati.

Ya, dan Ikal tak hanya marah dengan keadaan Lintang yang paradoks, tetapi juga geram dengan mereka yang mampu mengenyam pendidikan namun menyia-nyiakannya. Sayangnya, gambaran orang-orang seperti itu tak sulit ditemukan di sekeliling kita. Pelajar-pelajar sekolah menengah, terutama di kota-kota besar, akan banyak ditemukan sedang nongkrong di warnet, mall, atau taman pada jam-jam belajar. Di kampus perguruan tinggi, banyak mahasiswa yang mengunjungi kampus bukan untuk kuliah atau praktikum, namun tempat duduk-duduk atau area cuci mata. Mereka tak menjadikan kesempatan merengkuh ilmu untuk memperbaharui paradigma mereka dengan aneka etika dan

Atau jikapun sedang di kelas-kelas, penyia-nyia pendidikan itu bukanlah menyimak pemaparan ilmu dari guru dan atau dosen, melainkan bersenda gurau atau mengomentari hal-hal yang kurang penting. Lalu setelah kuliah usai sama sekali tak ada ilmu baru yang didapatkan, dan bahkan sama sekali tak ada guratan penyesalan bahwa otaknya tak berhasil dimasukkan cahaya peradaban yang kemudian bisa jadi dapat membuatnya bergerak untuk berbuat demi sesama, demi bangsa, demi agama. Sedangkan nilai menjadi orientasi utama mereka sebagai langkah untuk ‘berprestasi di kampus secara aman’. maka proses sejati pembelajaran pun kerap diabaikan...

Menyimak sepak terjang Laskar pelangi selama mengenyam nikmatnya udara pendidikan di kelas SDN Muhamadiyah Belitong yang digambarkan mirip kandang ternak membuat siapapun iri dengan nuansa pembelajaran yang humanis dan dalam.

kesepuluh anggota Laskar pelangi yang penghuni kelas sekolah miskin itu benar-benar meraup pembelajaran alamiah dari tokoh sentral sepanjang penceritaan novel ini yakni Ibu Muslimah, seorang guru dengan dedikasi total dalam menyulam jalinan pendidikan.

Mereka, Laskar Pelangi digambarkan harus bersaing dengan anak-anak kaya yang bersekolah di SD PN Timah yang serba berkecukupan. Dengan bakat dan semangat akhirnya mereka bisa unggul di lomba cerdas cermat dan festival seni yang dilombakan antar sekolah.

Meski sangat akrab dengan bau kemiskinan, kecintaan terhadap pendidikan membuat mereka, Laskar Pelangi tak pernah menyerah untuk memperbaiki nasib lewat pendidikan... Seperti Lintang yang meski paradoks pada akhirnya, selalu ceria mengayuh sepeda 80 kilometer jauhnya untuk mereguk pendidikan. Maka malulah siapa yang skeptis memandang pendidikan sebagai dunia yang jauh dijaraki kemiskinan.***

2 komentar:

  1. Halo, komunika,assalamualaikum,
    iya, benar, di kampus kita, tidak sedikit mahasiswa yang lebih sengang bermain-main daripada melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. Padahal, tidak seperti itu yang diharapkan oleh ortu kita.
    Yupz, Laskar pelangi....malu bangetz kalo para laskar pelangi itu datang ke kampus kita dan menyaksikan kita ketika kita sedang menyia-nyiakan waktu...
    Eh, ada yang lebih menderita daripada laskar pelangi, yaitu...ANAK-ANAK PALESTINA.(hiks...).
    Bayangkan, di saat anak-anak di belahan dunia lain sedang asyik-asyiknya belajar dan bermain, mereka justru gigih berperang melawan para penjajah, si Zionis. (hiks.....anek-anak Palestina,adik-adik kita yang malang...semoga Allah menolong mereka)
    Sedangkan kita di sini,,,,(hayo, ngapain aja?)
    Malu, donk sama mereka.

    BalasHapus
  2. Hi, salam kenal aja buat yang punya this blog, cm mo dukung aja...
    gak apa-apa kan kalo bukan anak arsitek juga?
    saya tau alamat blog ini dari poster yang ditempel di mading FPTK.
    Bener banget tuh kata comment diatas (Chavez), kita harus malu sama anak2 Laskar Pelangi!
    o iya, Btw, di profilnya ko gak ada nama pemiliknya ya?
    thanx.
    wassalam...

    BalasHapus